Senin, 08 Februari 2010

Etologi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Pada dasarnya perhatian orang tentang prilaku hewan mulai berkembang karena hasrat ingin tahu atau karena kebutuhan. dalam“Histori Ammalia”, Aristoteles telah menganalisis dan menafsirkan prilaku hewan dalam membuat sarang, prilaku maternal, dan prilaku kawin. Namun lebih penting dari pada hanya sekedar deskripsi tentang prilaku yang dikemukakan oleh Aristoteles.
Seperti halnya manusia hewan pula membutuhkan ruang untuk melakukan akitfitasnya(Perilaku) baik aktifitas sehari-hari maupun aktifitas(Perilaku) untuk mempertahankan jenisnya. Disampint itu pula adaptasi merupakan bgian penting dalam hal usaha mahluk untuk mempertahankan jenis.
Maleo adalah salah satu hewan endemik di sulawesai karena itulah kami tertarik melakukan penelitian tentang hewan tersebut dan hewan-hewan lain yang ada disekitar desa pakluli yang berlokasi di kebuin obat tradisional.penelitian ini mencakup pada : Bentuk Morvologi, Penyebaran, Habitat, Jenis makanan/cara memperoleh makanan, Prilaku, Respon, dan Status konserpasi.
Bentuk-bentuk perilaku respon meiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda baik antar kelompok jenis maupun antar jenis.Dengan demikian, diperkirakan memiliki pengaturan yang indevenden dipusat syaraf.
Hal ini banyak diteliti pada kucing memang dapat dikatakan bahwa hampir semua perilaku terutama pada hewan berderajat tinggi selain dikendalikan otak juga adanya pengaruh interna dari hormone dan pengaruh luar.
Dalam hal komplik maka yang disebut dari pengaruh luar adalah hewan lawan. Dan ternyata dalam hal berkelahi, Pengalaman, beajar dan kondiksi tubuh.seperti kesakitan dan frutasi juga mempunyai pungaruh yang besar terhadap respon yang akan ditimbulkan oleh hewan tersebut.Beberapa kelompok hewan untuk mengapi respon dengan mendekatinya dari segi faktor interna,efek dari faktor interna ini merupakan motifasi pada hewan.
Di pihak para ahli psikologi menyatakan bahwa prilaku itu pada dasarnya spontantanitas.mereka mengaku sebagai ahli ilmu jiwa lebih menguasai perilaku secara komperentif.
Dalam praktik,akhirnya para ahli sepakat bahwa perilaku adalah reaksi sepanjang masih tergantung pada rangsangan-rangsangan luar dan dinyatakan spontan sepanjang factor internal atau motifasi juga punya peranan.kedua penyebab ini akhirnya diterima sebagai fenomena yang menjadi sasaran penelitian perilaku yang dapat di dekati secara objektif ,sekalipun tekniknya dapat berbeda-beda.
Ada yang bertolak nilai dengan mengkaji potensi kapasitas alat-alat indra,kepekaan mahluk terhadap kepekaan fisik,seperti sinar,cahaya dan sebagainya.selanjutnya mempelajari kemampuan deskriminasi dan lokalisasi alat indra.semua kegiatan tersebut dimulai dengan kajian tentang rangsang efektif atau signstimuli.sebab seperti diketahui tidak semua rangsang yang dapat diindrakan hewan akan dijawab.
Efek dari factor internal ini menetapkan motifasi pada hewan timbergen (1958) membagi dua cara pengumpulan fakta adanya factor internal.tehnik pertama adalah cara tidak langsung.ada tiga metode yaitu: pertama mengati perubahan intensitas atau frekuensi respon dalam kondisi fariabel yang konstan.kedua menetapkan intensitas rangsang minum untuk memperoleh respon,diukur pada waktu-waktu berbeda dengan mengendalikan fariabel lain tetap konstan.ketiga dengan cara mengukur intensitas minum untuk menghambat munculnya reaksi dan menghitung fariasi dalam jangka waktu tertentu.







1.2. TUJUAN
Adapun tujuan dari pengamatan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengamati tentang respon hewan vertebrata dan invertebrata.
2. Untuk Mengetahui hubungan perilaku dalam ekolologi untuk memper4tahankan populasi.
3. Untuk mengamati perubahan perilaku pada mammalia, aves dan reptil terhadap tekanan predator.
4. Untuk Mengetahui tingkat mortalitas dan natalitas hewan pemangsa dan yang dimangsa.
5. Untuk mengetahui ada tidaknya hormon pada hewan.
6. Untuk mengetahui tingkat stress pada hewan.
7. Untuk mengetahui kemampuan hewan dalam beradaptasi.
8. Untuk menganalisis setiap pengamatan berdasarkan hormon pemicu perilaku.













BAB II
TIJAUAN PUSTAKA


Cloudsy (1956), Perilaku pada hakikatnya adalah adaptasi, Perilaku dapat disebut sebagai respon terhadap stimulus Secara matematis dapat ditulis sebagai
S R, Sementara itu orang akan dengan mudah dapat menerima bahwa setiap adanya stimulus berarti adanya perubahan. Selanjutnya respon terhadap stimulus atau terhadap perubahan tidak lain dari pada adaptasi untuk menyesuaikan diri terhadap adanya perubaha tresebut.
Manning s(1965-1971), Istilah etologi digunakan untuk ilmu perilaku hewan dengan pendekatan kajiannya berpusat dialam. Pendekatan etologi menyatakan bahwa sebagian besar perilaku hewan merupakan perilaku naluri atau preprogram yang sama sekali tidak dapat dipengaruhi oleh pengalaman. Etologi moderen tidak lagi hanya terbatas pada pengamatan alami dialam bebas seperti semula, Akan tetapi sudah berkembang jauh dari itu dengan berbagi eksperimen . misalnya percobaan melalu fisiologis, Pendekatan fisikologis justru mengatakan sebaliknya yaitu bahwa belajar dari pengalaman merupakan determinan utama dalam perilaku hewan.
Hewan Vertebrata memiliki sejumlah kelenjar yang nampak lebih jelas dan lebih pasti dibandingkan dengan kelenjar pada hewan invertebrata. Kelenjar endokrin ialah kelenjar yang mempunyai hasil sekresi berupa hormon. Kelenjar endokrin biasanya akan menerima dan mengedarkan hormon yang dihasilkannya. Sel endokrin mempunyai kebolehan menyimpan untuk sementara hormon yang telah disintesisnya. Secara alami kelenjar endokrin terdiri dari sel-sel yang teratur dengan ketebalan yang tidak melebihi dari dua sel.
(Jusuf Abdurrazak, 1995 : 13
Semua vertebrata, termasuk mamalia, bereproduksi secara generatif (seksual). Pembuahan sel telur oleh sperma disebut fertilisasi. Fertilisasi di dalam tubuh induk betina, disebut fertilisasi internal, dan fertilisasi di luar tubuh induk bertina disebut eksternal. Fertilisasi eksternak terjadi pada vertebrata yang hidup di air, sedangkan fertilisasi internal pada mamalia terjadi dengan cara memasukkan alat kelamin jantan ke dalam alat kelamin betina pada saat kopulasi. (Saktiyono, 1999: 141)
Drickmaker dan Vessey (1982),merumuskan bahwa hormon adalah suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh kelenjar tertentu, yang letaknya tersebar di berbagai tempat di dalam tubuh atau di dalam sel saraf yang disebut neuroscretpry cell dalam sistem susunan saraf.






















BAB III
METODOLOGI

3.1.Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan yaitu :
Termometer
Higrometer
Teropong
Kamera
Senter
Pengukur waktu
Kertas lilin
Wajan

Bahan
Adapun Bahan yang digunakan yaitu :
Objek yang diamati
Alkohol 70%
Garam dapur
Air mineral

3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Bentuk respon
Adapun langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam pengamatan ini yaitu:
 Mengamati daerah disekeliling lokasi yang menjadi obyek pengamatan. Untuk memahami tangapan dari respon, melakukan pengamatan terhadap hewan yang di temukan. Memberikan respon dengan berbagai macam perlakuan sehingga ada tangapan dari hewan tersebut. Sebelum memberi perlakuan,Mengamati terlebih dahulu prilaku-prilaku lain yang sesuai dengan petunjuk kegiatan praktikum ini.
 Mengisi table pengamatan sesuai dengan prosedur dan jenis spesis hewan yang ditemukan dan menguraikan berdasarkan buku literature yang ada.
 membandingkan dengan buku-buku yang relevan atau yang berkaitan dengan pengamatan.

3.2.2 Hubungan perilaku dalam ekolologi untuk mempertahankan populasi
Adapun langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam pengamatan ini yaitu :
 Mengamati daerah disekeliling lokasi yang menjadi obyek pengamatan.
 Mengamati aktifitas induk jantan maupun betina dalam hal pemeliharaan anak, menghadapi pemangsa, mencari makan serta perilaku kawin dan formasi kelompok dalam kehidupan sehari-hari.
 Mengisi table pengamatan sesuai dengan prosedur dan jenis spesis hewan yang ditemukan dan menguraikan berdasarkan buku literature yang ada.

3.2.3 perubahan perilaku pada mammalia, aves dan reptil terhadap tekanan predator
Adapun langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam pengamatan ini yaitu :
 Mengamati daerah disekeliling lokasi yang menjadi obyek pengamatan.
 Mengamati perubahan perilaku pada mammalia, aves dan reptil terhadap tekanan predator. Jika tidak ditemukan predator, kita mengamatinya dengan memberikan suatu perlakuan yang berupa gangguan.
 Mengisi table pengamatan sesuai dengan prosedur dan jenis spesis hewan yang ditemukan dan menguraikan berdasarkan buku literature yang ada.




3.2.4 tingkat mortalitas dan natalitas hewan pemangsa dan yang dimangsa
Adapun langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam pengamatan ini yaitu:
 Mengamati daerah disekeliling lokasi yang menjadi obyek pengamatan.
 Menghitung banyaknya spesies dan ketersediaan makanan di daerah pengamatan tersebut.
 Mengisi table pengamatan sesuai dengan prosedur dan jenis spesis hewan yang ditemukan dan menguraikan berdasarkan buku literature yang ada.

3.2.5 Ada tidaknya hormon pada hewan
Adapun langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam pengamatan ini yaitu:
 Mengamati daerah disekeliling lokasi yang menjadi obyek pengamatan
 Mengambil sarang burung kemudian merebusnya dengan air dan membiarkannya mendidih. Mendiamkannya sejenak dan mengukur pH rebusan sarang tersebut
 Mencatat sesuai hasil yang didapatkan.

3.2.6 Tingkat stres hewan
Adapun langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam pengamatan ini yaitu:
 Mengamati daerah disekeliling lokasi yang menjadi obyek pengamatan
 Menangkap seekor hewan vertebrata dan invertebrata kemudian memasukkannya di dalam kurungan dan memberikan makanan yang sesuai.
 Mengamati dalam beberapa waktu untuk mengetahui makanan tersebut dimakan atau tidak.
 Mencatat hasil yang diperoleh.

3.2.7 kemampuan hewan dalam beradaptasi
Adapun langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam pengamatan ini yaitu:
 Mengamati daerah disekeliling lokasi yang menjadi obyek pengamatan.
 Mencari beberapa ekor cacing.
 Menyiapkan dua lembar kertas lilin, satu setengah sendok makan garam meja dan alkohol 70% secukupnya.
 Meletakkan cacing di atas kertas lilin yang masing-masing telah ditaburi garam dan alkohol 70%.
 Mengamati apakah cacing tersebut dapat beradaptasi atau tidak.
 Mencatat sesuai hasil yang didapatkan
3.2.8 Analisis setiap pengamatan berdasarkan hormon pemicu perilaku
Adapun langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam pengamatan ini yaitu:
 Mengumpulkan seluruh data yang diperoleh.
 Mencari di literatur hormon-hormon yang memicu dari masing-masing perilaku hewan.
 Mencatat sesuai hasil yang didapatkan.


















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
a. Bentuk respon hewan invertebrata dan vertebrata
No Spesies/jenis dan gambar Bentuk Respon Tanggapan dan Perilaku Habitat
1.






2.







3.






Ulat bulu



Kupu-kupu




Semut



Sentuhan



Tekanan


Mendekati spesimen(bagian anterior)

Sentuhan (posterior)


Sentuhan

Gangguan (berupa invasi)


Ulat bulu akan merespon dengan mengubah arah gerakannya dan tubuhnya akan membentuk lekukan.
Ulat akan mengeluarkan feses.

Kupu akan segera terbang karena bagian antenanya dapat menangkap respon.

Kupu agak dalam menanggapi respon dibandingkan perlakuan pertama.
Mengubah arah pergerakannya
Agresifitas (melakukan suatu gerakan perlindungan diri) dan sebagian semut-semut pekerja melindungi sarang dan telur-telurnya.

Dedaunan







Di alam bebas




Di tanah dan pepohonan




4.






5.
Kambing


Kucing

Mendekati


Melempar batu


Mendekati Menghindar dan lari.


Lari menghindar lebih cepat dibanding perlakuan pertama.

kucing liar : menjauhi/lari.
Kucing peliharaan :
diam. Di sekitar pemukiman penduduk




Di sekitar pemukiman penduduk


b. Hubungan perilaku dalam ekolologi untuk mempertahankan populasi
 Burung gereja
• Aktifitas induk
1. memonitoring : ±50 kali perjam
2. mengawal kelompok
setelah anaknya sudah mulai belajar terbang, induk burung akan mengawasi anaknya yang sedang belajar dengan membentuk formasi kelompok.
3. memberi instruksi dan suara : ±70 kali perjam
4. membuat sarang : Burung ini membuat sarangnya di rerumputan atau semak-semak hingga ketinggian sekitar 1,5 m di atas tanah. Sarang berbentuk bola kecil dianyam dari rerumputan dan serat tumbuhan.

• Perilaku mengahadapi pemangsa (gangguan predator)
a. Kode suara dan gerakan : ketika ada predator, salah satu dari burung gereja segera terbang dan memberikan kode suara serta gerakan. Biasanya suara yang dikeluarkan berbeda dari biasanya, terkadang lebih panjang.
b. Menghindar : burung gereja lebih memilih untuk menghindar ketika melihat predator datang menghampirinya.
• Perilaku mencari makan : mematuk.
• Perilaku kawin :
1. Perkelahian atau berlari-lari mengitari betina
2. Ketika musim kawin tiba, burung jantan akan mengeluarkan nyanyian-nyanyian yang khas untuk memikat betina.
3. Pembuatan daerah teritorial dan sarang.
• Formasi kelompok dalam kehidupan sehari-hari : aves
1. Migrasi : ketika kondisi lingkungan tidak memungkinkan, misalnya suhu lingkungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah atau jumlah makanan yang tidak mencukupi, maka burung gereja akan melakukan migrasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Kawin
3. Pembuatan sarang
4. Pemeliharaan anak.






 Burung Merpati
• Aktifitas induk
1. memonitoring : ± 25 kali perjam
2. mengawal kelompok
setelah anaknya sudah mulai belajar terbang, induk burung akan mengawasi anaknya yang sedang belajar dengan membentuk formasi kelompok.
3. memberi instruksi dan suara : ± 45 kali perjam
4. membuat sarang : Burung ini membuat sarangnya di pelapon-pelapon rumah, di sela-sela ventelasi, di dahan pepohonan dan di tempat-tempat yang dianggap aman hingga ketinggian sekitar 3 m di atas tanah.
• Perilaku mengahadapi pemangsa (gangguan predator)
a. Kode suara dan gerakan : ketika ada predator, salah satu dari burung merpati segera terbang dan memberikan kode suara serta gerakan.
b. Menghindar : burung gereja lebih memilih untuk menghindar ketika melihat predator datang menghampirinya.
• Perilaku mencari makan : mematuk.
• Perilaku kawin :
1. Perkelahian atau berlari-lari mengitari betina
2. Nyanyian-nyanyian : Ketika musim kawin tiba, burung jantan akan mengeluarkan nyanyian-nyanyian yang khas untuk memikat betina.
3. Pembuatan daerah teritorial dan sarang.
• Formasi kelompok dalam kehidupan sehari-hari : aves
1. Migrasi : burung merpati sangat jarang bermigrasi, kecuali dalam kondisi terdesak yaitu ketika kondisi lingkungan tidak memungkinkan, misalnya suhu lingkungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah atau jumlah makanan yang tidak mencukupi, maka mereka akan melakukan migrasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Kawin

3. Pembuatan sarang

4. Pemeliharaan anak
c. perubahan perilaku pada mammalia, aves dan reptil terhadap tekanan predator
No Spesies/jenis dan gambar Predator waktu memangsa Formasi dalam kelompok Aktifitas harian
1.











2. Burung tekukur




Kambing
Respon burung saat didekati, akan terbang meninggalkan tempat awal.



Lari berpencar dari kelompoknya Terbang secara berpasangan dan beriringan.




Beriringan antara anak dan induk dalam kelompok Terbang berpasangan, hinggap di dahan pohon, mencari makan, membuat sarang dan pemeliharaan anak.
Kembali ke kandang, kawin, mencari makan dan memelihara anak.



3. Cicak
Bila merasa terancam akan bersembunyi di celah-celah atap. Jarang berkelompok Diam, menyendiri, dan menguntai musuh.
















no Nama spesies/ klasifikasi suhu hormon Bahan pembuat sarang Warna hasil rebusan pH ket
1 Burung pipit

Klasifiikasi:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Chordata
Sub filum:
Vertebrata
Ordo:

Family:
Plocerdae
Genus:
Lonchura
Spesies:
Lonchura leucogastroidos 26 oC Hormon prolaktin,
Hormon progester-on,
Feromon, Hormon LH Di buat dari jerami, rumput-rumputan pada ranting pohon serta kapas dari tumbuhan roviga. Berwarna kecoklat-coklatan 8 Semakin tinggi pH maka semakin kuat pengarh dari hormon tersebut.












4.7. Tabel hasil pengamatan tentang kemampuan seekor hewan dapat beradabtasi atau tidak.
No. Spesies Perlakuan Respon Ket

1.










Cacing tanah
Alkohol 70 %



Garam (NaCl)

Menghindar saat menyentuh alcohol dan mengeluarkan sekret berwarna putih


Menghindar saat mentuh garam/meliuk-liuk, mengeluarkan secret berwarna merah.

Dapat beradaptasi, karena beberapa saat kemudian dapat menembus alcohol.
Tidak dapat beradaptasi


1. Kupu-kupu.
Klasifikasi ilmiah.

Kerajaan : Animalia

Divisi : Rhopalocera

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo :
Famili :
Genus :
Species : Lepidoptera
Nymphalidae
Nympalidae
Nympalias sp












Kupu-kupu termasuk dalam hewan-hewan invertebrate yang tergolong dalam kelas Insecta. Kupu-kupu yang kami temukan pada pengamatan yaitu kupu-kupu yang berwarna kecoklat-coklatan, dan memilki 2 sayap yang digunakan untuk terbang, serta memilki dua pasang antena yang berfungsi untuk mendeteksi adanya rangsang dari luar berupa ancaman bagi drinnya. Kupu-kupu tersebar diberbagai tempat, misalnya pada daerah terbuka seperti hutan dan semak-semak. Kupu-kupu merupakan hewan darat yang terbang bebas untuk mencari makan. Perilaku mencari makan pada kupu-kupu dipengaruhi oleh hormon Steroid yang menghasilkan energi dan hormon Adrenalin. Kupu-kupu termasuk dalam kelompok hewan omnivora. Kupu-kupu yang sudah dewasa umumnya hidup dengan mengisap madu bunga (nektar/ sari kembang). Akan tetapi beberapa jenisnya menyukai cairan yang diisap dari buah-buahan yang jatuh di tanah dan membusuk, daging bangkai, kotoran burung, dan tanah basah. Berbeda dengan kupu-kupu yang sudah dewasa, ulat hasil dari metamorfosis dari kupu-kupu hidup terutama dengan memakan daun-daunan. Ulat-ulat ini sangat rakus, akan tetapi umumnya masing-masing jenis ulat berspesialisasi memakan daun dari jenis-jenis tumbuhan yang tertentu saja. Sehingga kehadiran suatu jenis kupu-kupu di suatu tempat, juga ditentukan oleh ketersediaan tumbuhan yang menjadi inang dari ulatnya. Kupu-kupu berperilaku agresi untuk memperoleh pasangan kawin dan bermigarasi untuk memperoleh makanan. Perlu dipahami kupu-kupu akan bermigrasi jika persediaan makanan pada habitat semula tidak dijumpai. Dilihat dari jumlah kupu-kupu yang masih sangat banyak dapat dinyatakan bahwa kupu-kupu belum termasuk dalam kelompok hewan yang harus dikonservasi.
Setelah melakukan pengamatan terhadap respon hewan invertebrate, misalnya pada kupu-kupu setelah diberikan perlakuan dengan cara mendekati dari arah anterior, maka kupu-kupu akan memberikan respon dengan cara terbang menjauh dari arah rangsang dengan cepat. Karena pada bagian anterior kupu-kupu itu terdapat sepasang antenna yang sangat sensitif terhadap hadirnya suatu bahaya yang akan mengganggunya. Sewaktu memberikan respon dengan dengan cara mendekati dari arah posterior maka kupu-kupu tersebut memberikan tanggapan denagan cara berterbangan akan tetapi reaksi untuk terbang sangat lambat, karena pada bagian poaterior tersebut tidak terdapat antena.
2. Hubungan Perilaku dalam Ekologi untuk Mempertahankan Populasi
Arti Penting Perilaku Adaptif: Berbagai macam perilaku bergantung pada mesin perilaku: reseptor indera, sirkit dalam sistem saraf, dan organisasi otot. Hewan dihadapkan pada empat bentuk perintah yang menopang hidupnya, yaitu: (1) makan, (2) mencegah jangan sampai dimakan, (3) mampu bertahan hidup dalam kondisi fisik lingkungannya, dan (4) meneruskan gen-gennya kepada generasi berikutnya.

1) Perilaku Makan: Hewan beragam dalam keluasan cita rasanya. Dari yang sangat khusus hingga ke pemakan umum yang dapat memilih di antara sekumpulan spesies yang dapat dimakan. Tujuan makanan ialah energi, tetapi energi diperlukan untuk mencari makanan. Jadi hewan berperilaku sedemikian rupa untuk memaksimumkan perbandingan kerugian/keuntungan dari pencarian makanan itu. Kerugian energi dari mencari makanan diusahakan seminimum mungkin melalui perkembangan “citra mencari” untuk macam makanan yang, untuk sementara, menghasilkan keuntungan yang besar. Untuk beberapa species, citra mencari itu mungkin bukan perwujudan makannya saja, melainkan tempatnya yang khusus. Banyak pula hewan yang menggunakan energinya untuk membangun perangkap, daya tarik dan sejenisnya untuk menarik mangsanya agar berada dalam jangkauannya. Sebagian besar kehidupan hewan sosial berkisar pada makan bersama.
2) Perilaku Mempertahankan diri: Perilaku berkisar dari melarikan diri dari pemangsa potensial sampai dengan menggunakan senjata bertahan dan penggunaan kamuflase dan mimikri (meniru).
3) Bertahan Hidup dalam Lingkungan Fisik: Kebanyakan hewan hanya dapat bertahan hidup dalam kisaran suhu, salinitas, kelembaban tertentu, dan sebagainya. Kisaran ini relatif luas bagi hewan, seperti mamalia dan burung, yang banyak mempunyai mekanisme yang efisien untuk mempertahankan kendali homeostatis terhadap lingkungannya.


A.Burung Gereja

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Aves

Ordo: Passeriformes

Famili: Cisticolidae

Genus: Prinia

Spesies: Prinia familiaris
Burung kecil ramping, dengan panjang total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 13 cm. Hampir seluruh sisi atas badan berwarna coklat hijau-zaitun. Tenggorokan dan dada putih, perut dan pantat kekuningan. Sisi dada dan paha keabu-abuan. Ciri khas: sayap dengan dua garis putih, serta ekor panjang dengan ujung berwarna hitam dan putih.
Paruh panjang runcing, sebelah atas berwarna kehitaman dan sebelah bawah kekuningan. Kaki langsing dan rapuh berwarna coklat kemerahan atau merah jambu.
Burung yang ramai dan lincah ini sering ditemui di tempat terbuka atau daerah bersemak di taman, di dekat sumber mata air, pekarangan, tepi sawah, hutan sekunder, hingga ke hutan bakau. Dua atau tiga ekor, atau lebih, kerap terlihat berkejaran sementara mencari makanan di antara semak-semak, sambil berbunyi-bunyi keras cwuit-cwuit-cwuit..! Ekor yang tipis digerakkan ke atas saat berkicau. Habitat Burung gereja ini umumnya di daerah daratan dari ketinggian 500 m dpl sampai dengan ketinggian 1.500 m dpl.
Mencari mangsanya yang berupa aneka serangga dan ulat, serta biji-bijian. Mereka berburu mulai dari permukaan tanah hingga tajuk pepohonan. Perilaku mencari makan yaitu dengan mematuk.
Perilaku yang paling menonjol dari burung gereja ini dalam mempertahankan populasinya yaitu :
• Pembuatan sarang : Burung ini membuat sarangnya di rerumputan atau semak-semak hingga ketinggian sekitar 1,5 m di atas tanah. Sarang berbentuk bola kecil dianyam dari rerumputan dan serat tumbuhan.
• Berdasarkan pengamatan, perilaku burung ini ketika menghadapi mangsa yaitu
a. Kode suara dan gerakan : ketika ada predator, salah satu dari burung gereja segera terbang dan memberikan kode suara serta gerakan. Biasanya suara yang dikeluarkan berbeda dari biasanya, terkadang lebih panjang.
b. Menghindar : burung gereja lebih memilih untuk menghindar ketika melihat predator datang menghampirinya.
• Migrasi : ketika kondisi lingkungan tidak memungkinkan, misalnya suhu lingkungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah atau jumlah makanan yang tidak mencukupi, maka burung gereja akan melakukan migrasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
• Pemeliharaan anak : seekor induk yang telah menetaskan telurnya akan menjaga dan memelihara anaknya dengan baik. Hal tersebut dilakukan dengan : memonitoring sebanyak ±50 kali perjam, memberi instruksi dan suara sebanyak ±70 kali perjam. Dan setelah anaknya sudah mulai belajar terbang, induk burung akan mengawasi anaknya yang sedang belajar dengan membentuk formasi kelompok.
• Reproduksi
Ketika musim kawin tiba, burung jantan akan mengeluarkan nyanyian-nyanyian yang khas untuk memikat betina. Kemudian tejadi Perkelahian yang tidak bersifat melukai tetapi lebih ke arah untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Atau biasanya induk jantan akan berlari-lari mengitari betina. Induk jantan juga akan membuatan daerah teritorial dan membantu betina dalam membuat sarang. Setelah terjadi proses perkawinan dan fertilisasi, induk betina akan bertelur sebanyak 3-5 butir yang akan dierami dalam beberapa waktu hingga menetas. Telur burung gereja berbentuk sedikit lonjong, berwarna putih dengan ukuran yang tidak begitu besar.
Status konservasi : Sebelum tahun 1990-an, burung ini boleh dibilang tidak memiliki nilai ekonomi, sehingga banyak dibiarkan bebas dan meliar. Sifatnya yang mudah beradaptasi dan tidak takut pada manusia menyebabkan populasi burung ini cukup tinggi pada wilayah-wilayah yang sesuai.
B.Burung Merpati
Klasifikasi ilmiah :
Kelas :Aves
Sub Kelas : Neornithes
Super Ordo : Columbidae
Famili : Columbidae
Genus : Columba
Spesies : Columba Livia (Levi, 1945)
Ukuran tubuh merpati yaitu ±15 cm. Bentuk merpati hampir menyerupai burung tekukur. Warna bulunya yaitu hitam. Paruh kecil meruncing, sesuai dengan jenis makanannya yang berupa biji-bijian dan rerumputan kecil. Kaki berbentuk ramping berwarna merah dengan ukuran ±5 cm. Bentuk kaki disesuakan dengan kebiasaannya yang hinggap di dahan-dahan pepohonan.
Penanda utama burung ini adalah tubuh gempal membulat, leher pendek dan paruh memanjang dengan sedikit lapisan berdaging di atas lubang pernafasannya, kepala kecil, dan rentang sayap yang lebar. Anggota keluarga merpati dan dara juga sangat beragam. Terklasifikasikan sekitar 300 spesies jenis asli dan 150 spesies yang didomestikasi (dijinakkan untuk dipelihara). Semuanya terdiri dari varian warna bulu, ukuran tubuh, dan “spesialisasi keahlian”.
Blakely dan Bade (1988) melaporkan bahwa bila salah satu pasangan mati atau dipisahkan oleh manusia, maka dicarikan pasangan lain dalam beberapa hari, tetapi bila pasangan yang dipisahkan itu kembali, pasangan lama akan terwujud kembali. Muhami (1983) bahwa salah satu ciri yang membedakan burung merpati (pigeon milk) yaitu cairan yang berwarna krem menyerupai susu yang dikeluarkan dari tembolok induk jantan maupun betina.
Levi (1945) bahwa merpati mempunyai sifat damai hampir tidak ada Pack Order dan kanibalisme, walaupun ditempatkan dalam satu kandang, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memilih pasangan sendiri, bersifat monogami, dan mempunyai sifat sense of location dalam waktu yang lama dan dalam jarak yang jauh.
Sebagai burung, merpati dan dara sangat familiar di hampir semua belahan dunia. Namun sebaran yang paling besar dan beragam terdapat di kawasan Indomalaya (Asia dan Pasifik) dan zona ekologi Australasia (Australia, Tasmania, New Guinea, New Zealand, dan kepulauan sekitarnya).
Masing-masing spesies merpati menempati hampir semua lingkungan dari alam liar pegunungan, padang rumput, bebatuan, sampai hutan beton di perkotaan. Namun lingkungan hidup yang paling disukai merpati adalah wilayah beriklim tropis.
Merpati memang bukan burung yang rewel. Ia senang saja menyantap aneka buah biji-bijian, dan buah rerumputan (berry). Varian ketersediaan dan diet makanan serta wilayah tempat tinggal ini yang membedakan kelompok jenis dan spesiesnya. Misalnya ada merpati yang suka bersarang dan mencari makan di areal bebatuan seperti merpati batu (rock pigeon), atau merpati yang suka bersarang di pepohonan seperti merpati kayu (wood pigeon), bahkan spesies domestik umum yang “akrab” dengan lingkungan manusia seperti spesies Columba livia..
Perilaku merpati untuk tetap mempertahankan populasinya yaitu:
1. Migrasi : burung merpati sangat jarang bermigrasi, kecuali dalam kondisi terdesak yaitu ketika kondisi lingkungan tidak memungkinkan, misalnya suhu lingkungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah atau jumlah makanan yang tidak mencukupi, maka mereka akan melakukan migrasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. membuat sarang : Burung ini membuat sarangnya di pelapon-pelapon rumah, di sela-sela ventelasi, di dahan pepohonan dan di tempat-tempat yang dianggap aman hingga ketinggian sekitar 3 m di atas tanah.
3. Pemeliharaan anak : seekor induk yang telah menetaskan telurnya akan menjaga dan memelihara anaknya dengan baik. Hal tersebut dilakukan dengan memonitoring sebanyak ±25 kali perjam, memberi instruksi dan suara sebanyak ±40 kali perjam. Dan setelah anaknya sudah mulai belajar terbang, induk burung akan mengawasi anaknya yang sedang belajar dengan membentuk formasi kelompok.
Selain itu, merpati juga memprosuksi cairan yang sangat membantu dalam pemeliharaan anak. Sumadi (1991) menyatakankan bahwa Crop milk yang diproduksi oleh tembolok induk merpati warnanya menyerupai keju dan cair, diproduksi sebelum telur menetas. Cairan yang diberikan induk merpati kepada squab (anak burung merpati) dengan cara meloloh (proses regurgitasi) dan memompa ke dalam mulut squab.
4. Reproduksi
Merpati betina biasanya lebih kecil dan tidak terlalu ribut dibandingkan dengan merpati jantan pada saat kawin. Pada proses cooing dan billing, betina selalu menempatkan paruhnya pada paruh jantan. Ukuran merpati jantan lebih besar dengan tekstur bulu lebih besar dan bulu leher tebal. Merpati jantan pada saat bercumbu membuat gerakan melingkar, memekarkan bulu ekor dan menjatuhkan atau merebahkan sayap (Blakely dan Bade, 1998).
Tingkah laku kawin merpati berbeda dari jenis unggas lainnya. Semangat kawinnya tinggi untuk merpati performing breed. Mejelang kawin pejantannya mengembungkan tembolok, bulu sayap dan punggung dimekarkan, sayap direbahkan adakanya menyentuh lantai. Bila betinanya mengangguk-anggukkan kepala lalu mendekam berarti menerima pejantan, selanjutnya pasangan itu mulai bersatu.
Status konservasi : Saat ini merpati sangat digemari masyarakat untuk dibudidayakan sebab bentuknya yang sangat menarik dan juga dapat digunakan sebagai bahan pangan. Burung merpati sangat cepat berkembang biak pada daerah yang cocok.
3. Perubahan Perilaku pada Mammalia, Aves dan Reptil terhadap tekanan Predator
Ada sekelompok kecil hewan yang termasuk super predator yang tidak takut pada predator yang lain, tetapi pada akhirnya musuhnya adalah manusia. Pada umumnya cara utama hewan menghindari musuh adalah dengan berlari atau terbang.
Pada hewan tingkat tinggi, melarikan diri dari predator adalah merupakan perilaku belajar, mis : kucing dengan anjing. Tetapi pada lalat rumah merupakan perilaku bawaan, mis : bila lalat akan dipukul dapat menghindar, karena adanya perubahan udara di sekitarnya.
Tanda adanya bahaya itu diterima berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lain. Pada sejenis burung gelatik mempunyai naluri takut terhadap burung hantu tetapi tidak takut terhadap ular, tetapi pada spesies burung yang lain sejak lahir sudah takut terhdap ular, tetapi tidak takut terhadap predator yang lain. Juga respon terhadap predator bervariasi, karena meskipun predatornya sama akan memberikan tanda yang berbeda pada waktu yang tidak sama. Misalnya antelop tidak akan melarikan diri bila melihat singa yang berjalan ke arahnya, tetapi antelop baru bereaksi kalau singa mengendap-endap pada semak-semak.
Cara menghindari predator :
1. Perilaku Altruistik
Perilaku ini lebih mementingkan keselamatan kelompok daripada dirinya sendiri. Misalnya: Rusa (Muskoxen) di daerah tundra di Antartika, bila tidak bisa melarikan diri dari predator (serigala) akan mengirimkan bau dari jari kakinya yang disebut karre.
Kera (Baboon) di Afrika bila ada bahaya misalnya dengan datangnya singa atau leopard, maka akan membentuk formasi kera yang yang tua, betina dan anak-anak ditengah dikelilingi oleh kera-kera muda jantan. Sedangkan kera jantan yang menjadi raja akan berusaha mengusir atau menyerang predator tersebut.
Induk ayam akan bersuara ribut sebagai tanda bahaya bila dilihat ada burung elang yang datang, anaknya dipanggil untuk disembunyikan.
Semut yang sarangnya terganggu akan mengeluarkan feromon (asam formiat) dari taringnya, untuk memberi tanda kepada semut-semut yang lain, bila keadaan sudah reda asam formiat tidak dikeluarkan lagi dan kembali lagi ke sarang.
2. Kamuflase (penyamaran)
Yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Misalnya :
Burung Ptarmigan pada musim dingin berbulu putih, dan pada musim panas bulunya berbintik membuat tidak menarik perhatian karena warnanya sangat sesuai dengan lingkungan.
Kupu-kupu daun mati (Kallima) dari Amerika Selatan sayapnya sangat mirip dengan daun yang dihinggapi sehingga dapat terhindar dari burung pemangsanya, tetapi karena sangat mirip dengan daun maka kadang-kadang ada insekta lain yang bertelur di atas sayapnya.
3. Mimikri
Yaitu menyerupai hewan yang lain, dapat dibagi menjadi mimikri Miller, mimikri Bates dan mimikri agresif.
Banyak hewan yang mempunyai adaptasi melindungi dirinya terhadap serangan pemangsa, misalnya : Duri pada landak, Bau pada celurut, dan Spirobolus (kaki seribu) mensekresi asam hidrosianat yang beracun jika diganggu.
Bila hewan telah mempunyai senjata tetapi tidak ada pemangsa yang tahu, maka hewan tersebut berevolusi sehingga mempunyai warna yang mencolok tanpa penyamaran sedikitpun, disebut aposematik. Misalnya pada larva kupu-kupu raja berwarna mencolok tanpa penyamaran sedikitpun, dan di dalam badannya terdapat zat kimia yang beracun untuk predator yang memangsanya. Zat beracun tersebut berasal dari tumbuhan (milkweed) yang biasa dimakan. Racun tersebut tetap disimpan sampai larva mengalami metamorfosis. Maka burung yang memakan kupu-kupu raja akan memuntahkannya dan tidak akan makan lagi.

A.Kambing
Klasifikasi ilmiah

Kerajaan:
Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Mammalia

Ordo: Artiodactyla

Familia: Bovidae

Subfamili: Caprinae

Genus: Capra
Spesies: C. aegagrus

Subspesies: C. a. hircus
Linnaeus, 1758


Kambing merupakan suatu jenis binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar. Umumnya, kambing mempunyai jenggot, dahi cembung, ekor agak ke atas, dan kebanyakan berbulu lurus dan kasar. Panjang tubuh kambing liar, tidak termasuk ekor, adalah 1,3 meter - 1,4 meter, sedangkan ekornya 12 sentimeter - 15 sentimeter. Bobot yang betina 50 kilogram - 55 kilogram, sedangkan yang jantan bisa mencapai 120 kilogram. Warna bulu kambing lokal ini yaitu hitam, cokelat keputihan, cokelat atau putih kehitaman.
Kambing lokal (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies dari kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Habitat yang disukainya adalah daerah pegunungan yang berbatu-batu dan banyak terdapat rumput hijau.
Dalam pengembaraannnya mencari makanan, kelompok kambing ini di pimpin oleh kambing betina yang paling tua. Kambing jantan berfungsi sebagai penjaga keamanan rombongan. Waktu aktif mencari makannya siang maupun malam hari. Makanan utamanya adalah rumput-rumputan dan dedaunan.
Berdasarkan pengamatan, Perilaku kambing ketika diberikan suatu perlakuan yaitu :
• Perubahan Perilaku terhadap tekanan predator : Di alam aslinya, kambing hidup berkelompok 5 sampai 20 ekor dan ketika ada predator mereka akan berlarian dengan cara berpencar. Demikian pula halnya ketika kita memberikan perlakuan seperti mendekatinya dengan kaget. Berlari/menghindar secara berpencar merupakan salah satu cara untuk kambing agar dapat menghindar dari serangan predator.
• Formasi dalam kelompok : sang induk betina akan selalu mengawasi ananknya dengan cara beriringan berjalan dalam kelompoknya. Hal ini juga dilakukan sebagai suatu perlindungan terhadap anaknya agar dapat mengurangi resiko tertangkap oleh predator dan dalam keadaan terpaksa yaitu ketika anaknya tertangkap misalnya, sang induk akan melakukan perlawanan terhadap predator dengan menggunakan tanduknya.
Aktifitas harian kambing yaitu : Kembali ke kandang, kawin, mencari makan dan memelihara anak. Kambing berkembang biak dengan melahirkan. Kambing bisa melahirkan dua hingga tiga ekor anak, setelah bunting selama 150 hingga 154 hari. Dewasa kelaminnya dicapai pada usia empat bulan. Dalam setahun, kambing dapat beranak sampai dua kali.
Status konservasi : Kambing sudah dibudidayakan manusia kira-kira 8000 hingga 9000 tahun yang lalu. Kambing lokal merupakan hewan ternak yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat untuk kebutuhan pangan dan perdagangan.





B.Cecak
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Reptilia

Ordo: squamata
Familia: Geckkonidae

Genus: Cosymbotus
Spesies: Cosymbotus platyurus
Cecak atau cicak adalah hewan reptil yang biasa merayap di dinding atau pohon berwarna abu-abu, berukuran sekitar 10 centimeter. Diperkirakan kata 'cecak' berasal dari suara yang dibuat oleh hewan ini yaitu: "cak, cak, cak". Dengan ini bisa dikatakan bahwa kata ini merupakan sebuah onomatope. Cecak ini bertubuh pipih lebar, berekor lebar dengan jumbai-jumbai halus di tepinya. Bila diamati di tangan, dari sisi bawah akan terlihat adanya lipatan kulit agak lebar di sisi perut dan di belakang kaki.
Cecak tesebar hampir diseluruh belahan dunia, karena jenis makanannya yang mudah didapatkan yaitu berupa nyamuk dan kemampuannya yang cukup baik dalam beradaptasi dan mempertahankan kelestariannya. Cicak kerap ditemui di tembok-tembok rumah dan sela-sela atap.
Berdasarkan pengamatan, Perilaku cicak dalam menghadapi predator yaitu bersembunyi di celah-celah atap. Cicak memiliki warna yang hampir mirip dengan habitatnya, sehingga ia sangat mudah untuk bersembunyi dari sang pemangsa. Salah satu kebiasaan cicak yang berbeda dari hewan lainnya yang hidup di alam yaitu cicak sering nampak berjalan dan mencari mangsa secara individual. Terkecuali pada saat musim kawin tiba, mereka nampak berjalan dengan pasangannya.
Reproduksi berlangsung secara kawin. Fertilasi terjadi di dalam tubuh. Setelah terjadi proses fertilisasi, induk betina akan bertelur, telur kecil, berwarna putih bening dan berbentuk agak lonjong, telur memiliki banyak yolk, berselaput kulit lunakatau bercangkok tipis. Telur biasanya diletakkan disuatu tempat dan dibiarkan menetas sendiri.
Status konservasi : cicak masih dapat ditemukan bebas berkeliaran di alam dan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, namun kelestarian spesies ini masih belum perlu untuk dilakukan perlindungan khusus sebab jumlahnya masih sangat banyak dan sangat jarang untuk diburu manusia.
C. Tekukur

Klasifikasi ilmiah :
Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Aves

Ordo: Columbiformes

Famili: Columbidae

Genus: Streptopelia

Spesies: S. chinensis
Ukuran tubuh burung tekukur yaitu ±13 cm. Warna bulu tubuhnya yaitu kelabu dan pada bagian ekornya berwarna kehitaman. Salah satu penanda spesies ini yaitu pada bagian lehernya terdapat bagian yang berwarna hitam putih. Paruh kecil meruncing, sesuai dengan jenis makanannya yang berupa biji-bijian dan rerumputan kecil. Kaki berbentuk ramping berwarna merah dengan ukuran ±5 cm. Bentuk kaki disesuaikan dengan kebiasaannya yang hinggap di dahan-dahan pepohonan.
Spesies tekukur menempati hampir semua lingkungan alam liar dari pegunungan, padang rumput, bebatuan, sampai hutan beton di perkotaan. Namun lingkungan hidup yang paling disukainya adalah wilayah beriklim tropis.
Makanan burung tekukur buah biji-bijian dan buah rerumputan (berry). suka bersarang dan mencari makan di areal bebatuan, di pepohonan bahkan spesies domestik umum yang “akrab” dengan lingkungan manusia.
Mejelang kawin pejantannya mengembungkan bulu sayap dan punggung dimekarkan, sayap direbahkan adakanya menyentuh lantai. Bila betinanya mengangguk-anggukkan kepala lalu mendekam berarti menerima pejantan, selanjutnya pasangan itu mulai bersatu.
Status konservasi : Saat ini tekukur sangat digemari masyarakat untuk dibudidayakan sebab bentuknya yang sangat menarik dan juga dapat digunakan sebagai bahan pangan. Burung tekukur sangat cepat berkembang biak pada daerah yang cocok.
4. Tingkat mortalitas hewan pemangsa dan yang dimangsa
Pada percobaan yang keempat ini yang diamati adalah tingkat mortalitas dan natalitas hewan pemangsa dan yang dimangsa di area sekitar pengamatan.
A. Sapi
Pada tingkat pemangsa herbivora ditemukan berbagai macam spesies, salah satunya adalah sapi. Adapun klasifikasi dari sapi yakni :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Genus : Bos
Species : Bos taurus

Sapi yang tergolong binatang Termangsa (prey), dia harus selalu mewaspadai keadaan lingkungan, dia selalu berusaha untuk mengetahui kehadiran binatang Pemangsa. Indera yang paling diandalkan untuk tujuan ini adalah indera pemciuman.
Melalui penciuman ini meraka dapat mengevaluasi keadaan di sekitarnya, mengenali kelompoknya, mengenali anaknya , bagi si anak untuk mengenali ibunya. Sapi sama persis dengan anda sebagai manusia, yaitu menggunakan hidung dan mulut untuk mencium. Hanya saja sapi lebih bijak dalam menggunakan mulutnya saat mencium, sehingga penciumannya jauh lebih tajam atau sensitif dibanding manusia.
Selain menggunakan indra penciumannya, kita dapat mengamati sapi melalui bahasa tubuhnya. Sapi adalah binatang beleher panjang, bagian depan badannya lebih besar dan berat. Dengan sendirinya Sapi mengandalkan momen atau gaya gerak kepala dan lehernya, untuk menjaga keseimbangan berdirinya, serta untuk Menggerakkan Tubuhnya. Dengan demikian sebelum memulai suatu gerakan, terutama yang banyak menggunakan tenaga dan moment, maka Tubuh Bagian Depan ini akan mengawali gerakan tersebut.Berarti dengan mengamati gerakan awal pada tubuh sapi bagian depan, maka kita bisa mengetahui, gerakan apa dan bagaimana yang akan dia lakukan. Se simpel dan se-sederhana itulah yang di sebut “Bahasa Tubuh Sapi”.
Sapi sudah tersebar secara luas di seluruh kepulauan indonesia, bahkan pada saat ini banyak terdapat di daratan Australia. Secara tradisional pergerakan jenis herbivora ini sering mengikuti pola pergerakan manusia, karena pola perladangan berpindah dan pembakaran hutan dapat merangsang pertumbuhan rumput muda yang sangat dipilih herbivora ini. Sapi tidak menghendaki tempat atau daerah tempat dia hidup yang keadaan yang tertutup rapat.
Dalam pembahasan pada perecobaan ini kita tidak mengamati sapi sebagai hewan yang dimangsa tetapi membahas tentang tingkat mortalitas dan natalitas dari spesies yang dimangsa sapi.
Dari hasil pengamatan yang di dapat pada area pengamatan, antara tingkat mortalitas dan natalitas dari makanan yang dimakan sapi terjadi keseimbangan. Ini dilihat dari beraneka macam jenis spesies yan dimakan dan ketersediaannya pun pada daerah ini sangat banyak. Dimana juga ketahui jumlah populasi sapi pada daerah inipun tinggi.

B. Anjing
Pada tingkat hewan pemangsa omnivora yang ditemukan yakni salah satunya anjing. Anjing banyak digunakan oleh manusia sebagai hewan peliharaan. Hewan peliharaan daerah teritoriumnya dialihkan di rumah-rumah, dan dipertahankan sepanjang tahun. Sehingga anjing sangat mudah dilatih untuk menjadi penjaga rumah yang baik.
Anjing adalah hewan sosial, tapi kepribadian dan tingkah laku anjing bisa berbeda-beda bergantung pada masing-masimg ras. Selain itu, kepribadian dan tingkah laku anjing bergantung pada perlakuan yang diterima dar pemilik anjing dan orang-orang berkomunikasi dengan sang anjing. Anjing yang menerima kekerasan dari pemilik atau dengan sengaja dibuat kelaparan bisa menjadi anjing cepat marah dan berbahaya.
Anjing hampir memiliki 220 juta sel penciuman yang sensitif tahap baru. Luasnya kir-kira selebar sapu tangan, sangat luas bila dibandingkan sel penciuman ayng dimiliki oleh manusia. Mekanisme pengumpulan informasi di otak anjingberdasarkan partikel-partikel bau yang berhasil diendus belum diketahui secara jelas. Anjing dapat membedakan dua jenis bau : partikel bau di udara yang menyebar yang menyebar dari orang atau benda, dan partikel bau di tanah yang masih bisa dideteksi setelah beberapa lama.
Anjing memakan beberapa spesies, seperti daging, kadang rumput-rumput. Rumput dapat menetralisirasam lambung atau memakan rumput bisa membuat anjing muntah. Makanan harus ditelan secepat mungkin supaya bisa makan sebanyak-banyaknya sebelum dihabiskan anggota kawan lain. Sehabis makan, anjing sering memuntahkan kembali tulang-tulang yang tidak bisa dicerna, bulu hewan yang dimangsa, dsb. Sebagian anjing peliharaan malah cerewet dan menjadi “pilih-pilih” dalam soal makanan, soalnya tidak lagi perlu makan untuk sekedar bertahan hidup.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, tingkat mortalitas dari spesies yang dimangsa anjing rendah sedangkan tingkat natalitasnya tinggi. Ini disebabkan banyaknya spesies yang dimangsa dari anjing tersebut, sehingga spesies yang satu tidak akan mengalami kekurangan yang barmakna. Anjing pada area ini banyak dipelihara oleh masyrakat setempat untuk menjadi penjaga rumah.






Adapun klasifikasi dari anjing yakni :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum: Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo :
Family : Canidae
Genus : Canis
Species : Canis lupus
Sub species : Canis lupus familiaris

C.Bangau
Bangau merupakan burung pantai migran, terbang jauh dengan cara melayang memanfaatkan arus udara panas sehingga menghemat tenaga. Bangau bisa dijumpai di daerah beriklim hangat. Burung bangau merupakan hewan carnivora yang makanannya berupa katak, ikan, serangga, cacing, burung kecil, dan mamalia kecil dari lahan basah dan pantai. Bangau tidak memilki organ suara syrinx sehingga tidak bersuara. Paruh yang diadu dengan pasangannya merupakan cara berkomunikasi menggantikan suara panggilan. Adapun klasifikasinya yakini sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Ciconiiformes
Family : Ciconiidae
Genus : Ciconia
Species : Ciconia ciconia
Burung bangau merupakan burung dengan berat rentang sayap yang lebar. Memiliki badan yang berukuran besar, bersifat monogami, dan setia pada sarang, tapi dapat juga berganti pasangan sehabis migrasi atau pergi bermigrasi tanpa ditemani pasangannya. Sarang digunakan untuk beberapa tahun, berukuran sangat besar, diamater hingga ± 2 meter, dan kedalaman sarang ± 3 meter. Sebagian besar burung bangau bersarang dalam koloni, seringnya dengan burung-burung randuk yang lain. Sepasang burung mempertahankan kawasan pembiakan yang kecil yang biasanya terbentang sekitar ±3-4 meter dari sarang. Telur dieramkan oleh kedua-dua burung dewasa selama 21-25 hari sebelum telur menetas. Anak burung dijaga oleh jedua induknya selama 40-45 hari sampai anak-anak burung bisa terbang.
Pada area pengamatan, populasi burung bangau rendah atau sedikit. Tingkat mortalitas dari spesies yang dimangsa tinggi dan tingkat natalitasnya rendah. Ini disebabkan oleh tingkat populasi dari burung bangau dan jumlah spesies yang dimangsa pada area pengamatan.Populasi dari burung bangau pada area pengamatan sedikit, ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni suhu, jumlah makanan yang ada, dll. Dimana kita ketahui suhu sangat berpengaruh penting dalam menentukan jumlah populasi dari mahluk hidup.
e. Mengetahui ada tidaknya hormone dalam sarang burung
Dari hasil pengamatan pada percobaan 5 kami menemukan sampel sarang burung dari jenis Longhura leucogastroides (burung pipit) dimana kami menemukan hal-hal sebagai berikut:
a. BAHAN PEMBUAT SARANG
Bahan pembuat sarang dibuat dari jerami, rumput-rumputan pada ranting pohon serta kapas dari tumbuhan roviga.

b. HORMON
Bersamaan dengan sifat mengeramnya itu, produksi hormon prolaktin pada induknya mengalami peningkatan, karena pengaruh hormon progesteron. Disamping itu juga terdapat feromon yang berfungsi untuk menarik pasangannya. Selain itu pula, dari hasil rebusan sarang burung terlihat adanya kandungan minyak hal tersebut di karenakan adanya hormon LH
a. Warna
Ketika sarang burung di rebus terjadi perubahan warna dimana air rebusan sarang burung berubah menjadi warna kecoklat-coklatan.

b. pH
dari hasil pengamatan menemukan pH = 8 dimana pH tersebut menunjukkan basa. Dimana dapat disimpulkan bahwa pH berhubungan erat dengan hormon dimana semakin tinggi pH maka semakin kuat pengaruh dari hormon tersebut.

f. Tingkat stress hewan
Pada pengamatan ini kita mengamati apakah hewan vertebrata dan invertebrate yang kita tangkap dan kurung mengalami stress atau tidak, dan kita mendapatkan hasil bahwa hewan yang kita kurung tersebut mengalami stress. hewan – hewan yang kita amati adalah :
a Ayam hutan
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Galliformes
Family : Phasianidae
Genus : Gallus
Spesies :Gallus lafayetii
Ayam hutan adalah nama umum bagi jenis – jenis ayam liar yang hidup di hutan. Bentuk tubuh dan perilaku sangat serupa dengan ayam – ayam peliharaan, karena memang merupakan leluhur dari ayam peliharaan. Jantan dan betina berbeda bentuk tubuh, warna dan ukurannya. Ayam hutan jantan memiliki bulu yang berwarna – warni dan indah, berbeda dengan ayam betinanya yang cenderung berwarna monoton dan kusam.
Ayam hutan adalah pemakan segalanya, meskipun cenderung sebagai pemakan biji – bijian. Namun sebagaimana ayam umumnya, ayam hutan juga memakan pucuk – pucuk rumput, serangga dan berbagai hewan kecil yang ditemuinya. Tidak seperti ayam peliharaan, ayam hutan pandai terbang ; tidak lama setelah meninggalkan sarang tempatnya menetas.
Ayam hutan merupakan salah satu unggas yang telah didomestikasi manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Ayang – ayam hutan merah diketahui sebagai nenek – moyang langsung dari aneka jenis ayam peliharaan. Sedangkan persilangan ayam-hutan hijau dengan ayam peliharaan menghasilkan ayam bekisar, yang sangat terkenal di Jawa Timur karena suara kokoknya yang merdu dan bulunya yang indah.
Pada pengamatan yang kita lakukan, di dapatkan hasil bahwa ayam hutan mengalami stress ketika dalam kurungan, hal ini terlihat dengan tidak dimakannya makanan yang di berikan meskipun makan yang diberikan tersebut sesuai dengan makanannya.
b. Belalang
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Invertebrata
Class : Insecta
Ordo : -
Sub ordo : Caelifera
Family : Tridactylidae
Genus : Dissosteira Carolina

Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa diantaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain. Anggota dari ordo ini umumnya memiliki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena – vena menebal / mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena – vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.
Alat – alat tambahan lain seperti caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antenna, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membrane alat pernafasan luar terdapat pada tiap – tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).
Ada mulut bertipe penggigit dan pengunyah yang memiliki bagian – bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing –masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
Untuk mengetahui timgkat stress dari belalang adalah dengan melakukan pengkapan dan mengurung belalalng tersebut. Setelah memberikan makanan yang sesuai dengan makanannya, ternyata belalalg itu tidak memakan makanan yang diberikan. Ini menunjukkan bahwa belalang tersebut mengalami stress.

g. kemampuan hewan dapat beradaptasi atau tidak
Pada umumnya Annelida hidup bebas, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat komensial pada hewan aquatik dan ada juga yang bersifat parasit pada vertebrata. Annelida di samping tubuhnya bersegmet-segmet, juga tertutup oleh cuticula yang merupakan hasil sekresi dari epidermis, dan sudah mempunyai sistim nervosum, cardiofascular tertutup, dan sudah ada rongga badan (celom). Bentuk tubuh panjang cylindris antara 2/3 bagian posteriornya sedikit memipih kearah dorsaventralnya. Warna tubuh, permukaan atasnya (facies dorsalis) berwarna merah sampai biru kehijau-hijauan dan dari luar aorta dorsal kelihatan jelas, fascies ventralis lebih pucat, umumnya merah jambu dan kadang-kadang putih. Mulut terdapat di ujung anterior pada bagian yang disebut prostomium yang tidak merupakan segmen yang sebenarnya. Tanda-tanda karakteristiknya tubuh panjang dan bersegmen-segmen, ada alat gerak yang berupa bulu-bulu kaku pada setiap segment, badan tertutup oleh cuticula yang terbuka diatas ephitelium yang bersifat granular, pada dinding badan dan tractus digestivus dengan lapisan otot circular dan longitudional, sudah mempunyai rongga badan, pembulu darah membujur dengan cabang kecil (kapiller) pada setiap segment dan pada plasma darah mengandung hemoglobin, serta kebanyakan sersifat hermafrodit dan perkembangan secara langsung atau bersifat gonochoristis dan stadium larva. Sifat dan habitat cacing-cacing ini hidup di dalam liang dan tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Cacing-cacing ini keluar ke permukaan hannya pada saat-saat tertentu saja, pada siang hari mereka tidak pernah keluar ke permukaan tanah, kecuali pada saat itu hujan, yang menggenangi liang itu. Mereka akan keluar terutama pada pagi hari sesudah hujan, dalam keadaan normal mereka akan pergi ke permukaan tanah pada malam hari. Dalam keadaan yang sangat dingin atau sangat kering mereka akan masuk kedalam liang, sering kali sampai sedalam 8 kaki /sekitar 240 cm, dan dalam keadaan ini beberapa cacing seringkali terdapat melingkar bersama-sama, dengan diatasnya terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan lendirnya. Sedangkan makanan di ambil melalui mulutnya. Sedangkan reproduksi pada cacing pada cacing tanah bersifat hermafrodit. Sepasang ovarium menghasilkan ova, da terletak di dalam segment ke-13. Kedua oviductnya juga terletak di dalam segment ke-13 dan infundibulumnya bercilia. Oviduct tadi melalui septum yang terletak di antara segment ke-13 dan ke-14, dan di dalam segment ke-14 membesar membentuk kantong telur.
Testes : ductus spermaticus atau vasa deferentia masing-masing ada 2 pasang, sedang vesicula seminalisnya ada 3 pasang.
Testes terletak di dalam suatu rongga yang dibentuk oleh dinding-dinding vesicula seminalis. Ductus spermaticus mulai dari testes bagian caudal, dan melanjutkan diri ke posterior sampai segment ke-15, dan pada segment ini juga ductus itu bermuara keluas.
Spermatozoa yang telah meninggalkan testes, akan masuk ke dalam vesicula seminalis dan selanjutnya tersimpan di situ. Walaupun cacing tanah bersifat hermaphrodit, tetapi tidak terjadi autofertilisasi.
Di antara segment-segment 9 dan 10; 10 dan 11, terdapat receptaculum seminis, yang merupakan tempat penampung spermatozoa dari cacing lain.
Dari hasil pengamatan kami di daerah Sibalaya, bahwa cacing di daerah persawahan khususnya di pematang-pematang sawah masih banyak, yang dibuktikan dengan sampel yang kami dapatkan/ kami ambil.
Pada pengamatan pertama mengenai cacing A, kami memberikan perlakuan yaitu dengan garam dapur, cacing A, yang di letakkan di kertas lilin. Cacing tersebut ketika kulitnya mengenai garam dapur, cacing tersebut langsung menggeliat, hal ini disebabkan karena cacing tersebut sangat sensitif permukaan kulitnya terhadap garam dapur, hal ini dibuktikan ketika cacing A ini mengeluarkan sekret atau cairan berwarna merah kekuning-kuningan, lama kelamaan/ perlahan-lahan cacing tersebut akan mati karena cacing tersebut tidak dapat beradaptasi dengan garam dapur.
Sedangkan pengamatan terhadap cacing B dengan memberikan perlakuan yaitu alkohol 70% di atas kertas lilin, kemudian cacing tersebut di letakkan di atas kertas lilin yang telah di berikan alkohol 70% pada bulatan di kertas lilin tersebut, kami melihat bahwa cacing tersebut pertama kali permukaan kulitnya mengenai alkohol 70% langsung menggeliat tapi hanya sebentar, lama-kelamaan cacing tersebut tidak menggeliat lagi, malah mendekati bulatan yang telah diberikan alkohol 70% tersebut, cacing ini juga mengeluarkan sekret/ cairan berwarna bening. Cacing ini lama-kelamaan akan mati juga, tapi dalam waktu yang relatif lama tidak seperti pada cacing A yang matinya sangat cepat.
Pada cacing B tersebut bisa beradaptasi dengan alkohol yang telah di berikan. Jika alkohol yang diberikan jumlahnya tidak telalu berlebihan atau banyak maka cacing B ini bisa bertahan hidup lebih lama di daerah beralkohol atau tanah yang sedikit beralkohol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar